TUGAS SOFTSKILL
ILMU SOSIAL DASAR #
BULAN KE-4
PELAPISAN SOSIAL
1.1
Pengertian Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial : pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis). Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial.
Sistem Pelapisan Sosial berbentuk akan seperti :
Gambar 1 Sistem
Pelapisan Sosial
Dasar Pembentukan Pelapisan Sosial
a. Kekayaan
b. Kekuasaan
c. Kehormatan
d. Keturunan : biasanya di tandai oleh individu yang memiliki gelar
a. Kekayaan
b. Kekuasaan
c. Kehormatan
d. Keturunan : biasanya di tandai oleh individu yang memiliki gelar
e. Ilmu Pengetahuan : seseorang yang paling
mengusai ilmu pengetahuan akan menempati
tingkat atau lapisan teratas dalam pelapisan sosial dan begitu juga sebaliknya. Pengusaan ilmu pengetahuan
biasanya didasarkan pada gelar – gelar akademik
(keserjanaan) atau profesi seseorang.
1.2 Pelapisan Sosial, Ciri Tetap Pelapisan Sosial
Pembagian dan
pemberian kedudukan yang berhubungan dengan jenis kelamin nampaknya menjadi
dasar dari seluruh system social masyarakat kuno. Seluruh masyarakat memberikan
sikap dan kegiatan yang berbeda kepada kaum laki-laki dan perempuan. Tetapi hal
ini perlu diingat bahwa ketentuan-ketentuan tentang pembagian kedudukan antara
laki-laki dan perempuan yang kemudian menjadi dasar daripada pembagian
pekerjaan, semata-mata adalah ditentukan oleh system kebudayaan itu sendiri.
Di dalam
organisasi masyarakat primitive pun di mana belum mengenai tulisan, pelapisan
masyarakat itu sudah ada. Terwujud dalam bentuk sebagai berikut :
1) Adanya kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan
pembedaan- pembedaan hak dan kewajiban.
2) Adanya kelompok-kelompok pemimpin suku yang berpengaruh dan
memiliki hak-hak istimewa.
3) Adanya pemimpin yang saling berpengaruh.
4) Adanya orang-orang yang dokecilkan dinluar kasta dan
orang-orang yang di luar perlindungan hokum (cutlaw men).
5) Adanya pembagian kerja di dalam suku itu sendiri.
6) Adanya pembedaan standar ekonomi dan di dalam ketidaksamaan
ekonomi itu secara umum
1.3
Terjadinya Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial di bedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelapisan
sosial terjadi dengan sendirinya karena faktor :
a. Tingkat Umur
b. Kecerdasan
c. Kekerabatan : biasanya faktor kekerabatan
berhubungan dengan kedudukan dalam keluarga
atau menyangkut sistem pewarisan. Semakin jauh hubungan kerabatnya maka semakin kecil kesempatan seseorang
untuk menempati kedudukan tertentu dalam keluarga atau bahkan semakin kecil pula kesempatannya untuk memperoleh
seperangkat fasilitas yang
diwariskan oleh keluarganya
2. Pelapisan sosial terjadi dengan disengaja karena faktor :
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Ekonomi
1.4 Perbedaan Sistem Pelapisan Menurut
Sifatnya
1)
Sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Dalam sistem ini, pemindahan anggota masyarakat kelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal istimewa. Di dalam sistem yang tertutup, untuk dapat masuk menjadi dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Di India, sistem ini digunakan, yang masyarakatnya mengenal sistem kasta. Sebagaimana yang kita ketahui masyarakat terbagi ke dalam :
- Kasta Brahma : merupakan kasta tertinggi untuk para golongan pendeta.
- Kasta Ksatria : merupakan kasta dari golongan bangsawan dan tentara yang dipandang sebagai lapisan kedua.
- Kasta Waisya : merupakan kasta dari golongan pedagang.
- Kasta sudra : merupakan kasta dari golongan
rakyat jelata.
- Paria : golongan bagi mreka yang tidak
mempunyai kasta. seperti : kaum gelandangan,
peminta,dsb.
2) System pelapisan
masyarakat yang terbuka
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Contoh:
- Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
- Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.
3) System
pelapisan social campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
1.5 Teori Tentang Pelapisan Sosial
Beberapa teori tentang
pelapisan masyarakat dicantumkan di sini :
- Aristoteles
mengatakan bahwa di dalam tiap-tiap Negara terdapat tiga unsure, yaitu mereka yang kaya sekali, mereka yang melarat
sekali, dan mereka yang berada di tengah- tengahnya.
- Gaotano
Mosoa dalam “The Ruling Class” menyatakan bahwa di dalam seluruh masyarakat dari masyarakat yang kurang
berkembang, sampai kepada masyarakat yang paling
maju dan penuh kekuasaan dua kelas selalu muncul ialah kelas pertama (jumlahnya selalu sedikit) dan kelas kedua (jumlahnya lebih banyak).
- Karl
Mark menjelaskan terdapat dua macam di dalam setiap masyarakat yaitu kelas yang
memiliki tanah dan alat-alat produksi
lainnya dan kelas yang tidak mempunyainya dan hanya
memiliki tenaga untuk disumbangkan di dalam proses produksi.
ELITE DAN
MASYARAKAT
2.1 Pengertian Elite
Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok
orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus
lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan
khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Dalam cara pemakaiannya
yang lebih umum elite dimaksudkan : “ posisi di dalam masyarakat di puncak
struktur struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi,
pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan
pekerjaan-pekerjaan dinas.” Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat
menentukan watak elite. Dalam masyarakat industri watak elitnya berbeda sama
sekali dengan elite di dalam masyarakat primitive.
Golongan elite sebagai minoritas
sering ditampakkan dengan beberapa bentuk penampilan antara lain
a.
Elite menduduki posisi yang penting dan cenderung merupakan poros kehidupan masyrakat secara
keseluruhan.
b. Faktor
utama yang menentukan kedudukan mereka adalah keunggulan dan keberhasilan yang dilandasi oleh kemampuan baik
yanag bersifat fisik maupun psikhis, material maupun
immaterial, merupakan heriditer maupun pencapaian.
c.
Dalam hal tanggung jawab, mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar
jika di bandingkan
dengan masyarakat lain.
d.
Ciri-ciri lain yang merupakan konsekuensi logis dari ketiga hal di atas adalah
imbalan yang
lebih besar yang diperoleh atas pekerjaan dan usahanya.
Dalam pengertian yang umum elite itu menunjukkan
sekelompok orang yang dalam masyarakat yang menempati kedudukan tertinggi.
Dalam arti lebih yang khusus dapat diartikan sekelompok orang terkemuka di
bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan.
Dalam istilah yang lebih umum elite dimaksudkan kepada
“posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting,
yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan aparat kemiliteran, politik,
agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan dinas”.
Tipe masyarakat dan sifat kebudayaan sangat menentukan
watak elite. Contohnya : dalam masyarakat industri watak elitenya berbeda sama
sekali dengan elite di dalam masyarakat primitif. Di dalam suatu lapisan
masyarakat tentu ada sekelompok kecil yang mempunyai posisi kunci atau mereka
yang memiliki pengaruh yang besar dalam mengambil berbagai kebijaksanaan.
mereka itu mungkin para pejabat, ulama, guru, petani kaya, pedagang kaya,
pensiunan dan lainnya lagi.
2.2
Fungsi Elite Dalam Memegang Strategi
Dalam suatu
kehidupan sosial yang teratur, baik dalam konteks luas maupun yang lebih sempit
selalu ada kecenderungan untuk menyisihkan satu golongan tersendiri sebagai
satu golongan yang penting, memiliki kekuasaan dan mendapatkan kedudukan yang
terkemuka jika dibandingkan dengan massa. Penentuan golongan minoritas ini
didasarkan pada penghargaan masyarakat terhadap berbagai peranan yang
dilancarkan dalam kehidupan masa kini serta meletakkan,dasar-dasar kehidupan
yang akan datang. Golongan minoritas yang berada pada posisi atas secara
fungsional dapat berkuasa dan menentukan dalam studi sosial dikenal dengan
elite.
2.3
Pengertian Massa
Massa secara umum massa diartikan
sebagai orang yang tidak saling mengenal, berjumlah banyak, anggotanya heterogen,
berkumpul di suatu tempat dan tidak individualistis. Massa memiliki kesadaran
diri yang rendah, tidak dapat bergerak dengan terorganisir, tidak bertindak
untuk dirinya sendiri melainkan terdapat “dalang” di belakangnya yang berfungsi
memanipulasi mereka. Ini berbeda pengertiannya bila dikaitkan dengan ilmu
komunikasi. Massa dalam komunikasi lebih merujuk pada penerima pesan media
massa atau disebut audience.
.
2.4
Massa dan Masyarakat
Menurut
Dennis McQuail (1994:31), mengemukakan bahwa massa berdasarkan sejarah
mempunyai dua makna, yaitu positif dan negatif. Makna negatifnya adalah
berkaitan dengan kerumunan (mob),atau orang banyak yang tidak teratur, bebal,
tidak memiliki budaya, kecakapan dan rasionalitas. Makna positif, yaitu massa memiliki
arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai
tujuan kolektif.
Blumer (1939) dalam McQuail (2002:41), mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung arti massa, yaitu :
Blumer (1939) dalam McQuail (2002:41), mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung arti massa, yaitu :
1. Anggota massa adalah orang-orang dari posisi kelas sosial yang berbeda, jenis pekerjaan yang berlainan , dengan latar belakang budaya yang bermacam-macam , serta tingkat kekayaan yang beraneka atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan dari seluruh tingkatan sosial.
2. Massa terdiri dari individu-individu yang anonim.
3. Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat sedikit interaksi atau penukaran pengalaman antar anggota-anggota massa dimaksud.
4. Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar , dan tidak mampu untuk bertindak bersama atau secara kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan (crowd).
Konsep masssa kemudian mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan " masyarakat massa"( the mass society). Menurut McQuail (2002 :39), massa ditandai oleh
1. memiliki
agregat yang besar;
2. tidak dapat dibedakan;
3. cenderung berpikir negatif;
4. sulit diperintah atau diorganisasi; dan
5. refleksi dari khalayak massa.
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan memulai produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan lainnya dengan memulai produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media massa adalah
(1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis ;
(2) sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada;
(3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau penerima adalah sukarela;
(4) menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan
(5) media sebagai perpaduan antara kebebasan dan
kekuasaan (McQuail, 2002:15)
Analisisnya Berger dan Luckman tentang masyarakat sebagai realitas subjektif menjelaskan proses dimana konsepsi individu tentang realitas dihasilkan dari interaksinya dengan struktur sosial.
Dalam pemikiran Berger dan Luckman, memahami dunia kehidupan selalu dalam proses dialektis, antara the self (individu) dan dunia sosio kultural. Proses dialektis itu mencakup tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi (interaksi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan internalisasi dimana individu-individu mengidentifikasi melalui lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat ia berada.
Analisisnya Berger dan Luckman tentang masyarakat sebagai realitas subjektif menjelaskan proses dimana konsepsi individu tentang realitas dihasilkan dari interaksinya dengan struktur sosial.
Dalam pemikiran Berger dan Luckman, memahami dunia kehidupan selalu dalam proses dialektis, antara the self (individu) dan dunia sosio kultural. Proses dialektis itu mencakup tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi (penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural sebagai produk manusia), objektivasi (interaksi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi), dan internalisasi dimana individu-individu mengidentifikasi melalui lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat ia berada.
2.5
Perilaku Massa
Massa dapat diartikan sebagai bentuk kolektivisme
(kebersamaan). Massa adalah kumpulan orang banyak dalam tempat, waktu yang sama
dan biasanya mempunyai tujuan yang sama. Oleh karena itu psikologi massa akan
berhubungan perilaku yang dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok massa.
Fenomena kebersamaan ini diistilahkan pula sebagai Perilaku Kolektif (Collective
Behavior).
Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).
Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Kondisi – kondisi pembentuk perilaku massa
Dalam perilaku kolektif, seseorang atau sekelompok orang ingin melakukan perubahan sosial dalam kelompoknya, institusinya, masyarakatnya. Tindakan kelompok ini ada yang diorganisir, dan ada juga tindakan yang tidak diorganisir. Tindakan yang terorganisir inilah yang kemudian banyak dikenal orang sebagai gerakan social (Social Movement).
Perilaku kolektif yang berupa gerakan sosial, seringkali muncul ketika dalam interaksi sosial itu terjadi situasi yang tidak terstruktur, ambigious (ketaksaan/ membingungkan), dan tidak stabil.
Kondisi – kondisi pembentuk perilaku massa
Neil Smelser mengidentifikasi beberapa kondisi yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif , diantaranya:
1. Structural conduciveness: beberapa struktur sosial yang memungkinkan munculnya perilaku kolektif, seperti: pasar, tempat umum, tempat peribadatan, mall, dst
2. Structural Strain: yaitu munculnya ketegangan dlam masyarakat yang muncul secara tersturktur. Misalnya: antar pendukng kontestan pilkada.
3. Generalized beliefs : berbagi interpretasi acara
4. Precipitating factors: ada kejadian pemicu (triggering incidence). Misal ada pencurian, ada kecelakaan, ada
5. Mobilization for actions: adanya mobilisasi massa. Misalmya : aksi buruh, rapat umum suatu ormas, dst
6. Failure of Social Control – akibat agen yang ditugaskan melakukan kontrol sosial tidak berjalan dengan baik.
2.6
Peranan Elite Terhadap Massa
Elite sebagai minoritas yang memiliki suatu kualifikasi
tertentu yang eksistensinya sebagai kelompok penentu dan berperan dalam
masyarakat diakui secara legal oleh masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini kita
melihat elite sebagai kelompok yang berkuasa dan kelompok penentu.
Dalam kenyataannya
elite penguasa kita jumpai lebih tersebar, jangkauannya lebih luas, tetapi
lebih bersifat umum, tidak terspesialisasi seperti kelompok penentu. Kita
mengenal, adanya kelompok penguasa merupakan golongan elite yang berasal dari
kondisi sejarah masa lampau.
Kelompok elite
penguasa ini tidak mendasarkan diri pada fungsi-fungsi sosial tetapi lebih
bersifat sebagai kepentingan birokrat. Kita bisa menjumpai kelompok penguasa
ini pada berbagai perhimpunan yang bersifat khusus, misalnya pada kelompok
birokratis yang berfungsi sebagai pembuat kebijakan-kebijakan maupun sebagai
pelaksana dan sebagai elite pemerintah.
ARTIKEL
Drama “Konyol” Hukum Kasus
Rasyid Rajasa
Indonesia negara hukum. Kalimat itulah yang sering
kita dengar dan pahami ketika kita masih di bangku sekolah dari SD sampai SMA.
Tetapi menginjak ke jenjang kuliah 6 tahun lalu. Kalimat itu seolah sirna
begitu saja. Bahkan kalau boleh saya bilang, Indonesia negara pelanggar hukum.
Banyak orang yang kemudian beranggapan hukum yang dibuat di Indonesia merupakan
hukum rimba. Hukum yang dibuat merupakan usaha untuk memudahkan kepentingan
tertentu untuk berkuasa dan melangsungkan praktik-praktik kotor agar tetap
langgeng. Membuat hukum-hukum yang multitafsir menjadi senjata yang ampuh bagi
sebagian oknum untuk melanggengkan ”kebrutalan” sikap para penguasa.
Bahkan banyak drama hukum yang sudah berjalan konyol di negeri ini yang
senantiasa kita tonton lewat media massa. Drama yang mereka pertontonkan
merupakan drama ketidakadilan hukum antara masyarakat miskin dan masyarakat
berduit atau berpengaruh. Masih teringat jelas dulu adanya kabar seorang nenek
yang mencuri kakao untuk dijual demi sesuap nasi agar bertahan hidup harus
masuk penjara lantaran si pemilik lahan memproses secara hukum. Di manakah rasa
kemanusiaan dari hukum itu?
Baru-baru
ini kisah konyol drama hukum di Indonesia muncul kembali. Kali ini melibatkan
salah satu orang penting di negara Indonesia. Ya, kasus Rasyid Rajasa yang
tidak lain tidak bukan anak seorang menteri di Indonesia. Kasus hukum yang ia
jalankan disebabkan kecelakaanb yang menyebabkan meninggalnya dua nyawa orang.
Kasus ini dalam kaca mata apapun kita memandang, merupakan kasus yang berat
karena telah menghilangkan nyawa orang. Sehingga sanksi yang diberikan mestinya
sebanding dengan apa yang harus diterima. Tetapi memang kita sudah mafhum,
hukum rimba Indonesia kembali berjalan dengan konyolnya. Sanksi yang diberikan
(mungkin bagi kita orang awam) sangatlah ringan. Tidak sebannding dengan akiba
yang telah merenggut nyawa orang.
Kemarin,
tanggal 26 Maret 2013, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman pidana 5 bulan
dengan masa percobaan 6 bulan dan denda sebesar 12 juta. Seingat saya, ada
pasal KUHP mengenai kasus penghilangan nyawa dengan atau tanpa sengaja
biasanya dikenai hukuman minimal 2 sampai 5 tahun penjara. Saya tidak punya
latar belakang pendidikan hukum, tetapi paling tidak kasus seperti ini bisa
kita lihat di “kitab suci” milik orang hukum.. Kasus Rasyid sendiri
menghilangkan dua nyawa, apakah masuk akal jika hanya divonis 5 bulan penjara
dengan hukuman percobaan 6 bulan?. Hukuman percobaan 6 bulan berarti Rasyid
tidak harus masuk penjara, dia boleh saja bebas seliweran tanpa merasa
bersalah, yang penting dia tidak menabrak orang sampai mati selama 6 bulan
kedepan.
Yang
konyol adalah pertimbangan majelis hakim Hari Budi S bahwa kecelakaan yang
mengakibatkan dua nyawa melayang tersebut tidak melulu kesalahan terdakwa,
tetapi juga dari pihak korban. Alasannya adalah karena bagian bangku mobil
korban sudah dimodifikasi sehingga mengakibatkan kelima korban (dua orang
diantara meninggal, tiga orang lagi mengalami luka) terlempar keluar dari
mobil. Entah teori apa yang akan digunakan sang majelis hakim untuk membuktikan
bahwa tidak akan ada korban nyawa seandainya jok mobil tidak dimodifikasi.
Logikanya adalah ini kecelakaan lalu lintas, bukan soal modifikasi. Mau
secanggih apa-pun interior mobil dalam hal keamanan tetap saja
berpotensi menghilangkan nyawa penumpang apabila ditabrak mobil lain. Entah
dari mana sang majelis hakim memiliki pemikiran konyol yang seperti membebankan
kesalahan kepada pihak korban.
Satu lagi
pertimbangan majelis hakim sehubungan dengan vonis ringan tersebut adalah
mengingat status Rasyid sebagai mahasiswa sebuah universitas di
London. Bagi saya yang awam tentang hukum, apa hubungan hukum dengan
status kuliah di luar negeri? Sejauh yang saya pahami, hukum tidak memandang
status sosial. Tetapi memandang sejauh mana efek yang ditimbulkan dari kasus
tersebut. Sementara kalau kita mengingat kepada kasus pencurian
kakao dan sandal jepit beberapa waktu lalu yang terjadi di daerah pelosok
Indonesia, terdakwa dijatuhi hukuman penjara tanpa hukuman percobaan.
Kalau melihat dari sisi kemanusiaan, barang yang mereka curi sama sekali tidak
berarti apa-apa dan sudah sepatutnya tidak harus sampai ke meja sidang. Tetapi
bagaimana dengan kasus kelalaian yang menghilangkan nyawa orang lain seperti
kasus yang dialami Rasyid? Rasyid bahkan tidak perlu merasakan penjara seolah
menghilangkan nyawa orang lain itu bukan sebuah kesalahan fatal. Bahwa mencuri
kakao dan sandal jepit lebih berbahaya daripada menabrak mobil lain sampai
mengakibatkan korban nyawa.
Terlepas
dari rasa bertanggung jawab dari pihak Rajasa yang menyantuni keluarga korban
bahkan memberikan beasiswa sampai kuliah kepada salah satu anggota kelaurga
serta keikhlasan anggota kelurga mengenai vonis ini, tetap saja kekonyolan
hukum masih sangat terasa. Lalu, bagaimanakah sikap kita? Apakah kita masih
bangga dengan Indonesia dengan berbagai praktik kotor yang ada. Bahkan sangat
kental terasa di lembaga peradilan yang seharusnya membuat putusan yang adil
dan berimbang. Bahkan rekan di kantor saya, mengatakan sungguh sama sekali dia
tidak merasa bangga dengan Indonesia, bahkan cenderung menyesal lahir di
Indoesia. Bukan tanpa sebab kenapa ia melontarkan kata tersebut. Kelakuan para
penguasa negeri membuat kebanggaan dan optimisme mengenai Indonesia menjadi
luntur bahkan sudah hilang.
Sumber gambar: lipsus.kompas.com
Daftar isi
:
elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/mkdu_isd/bab6